Tampilkan postingan dengan label Tausiyah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tausiyah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 Januari 2017

Terungkap Sudah! Alasan Mengapa Rasulullah Melarang Pria Memakai Emas

Ilustrasi Cicin | Foto : Search Google
entu kita pernah mendengar kalau umat Islam melarang kaum pria memakai emas, mungkin diantara kita bertanya-tanya kenapa Islam melarang ya, padahal kan bukan barang haram. 

Kalau haram tentu wanita juga dilarang memakai emas. 

Ternyata bukan karena takut kaum wanita tersaingi tapi karena ada alasan lain yang baru bisa dibuktikan pada abad ke 20 ini. 

Berikut Hadistnya :
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang kaum laki-laki memakai cincin emas [Al-Bukhari dan Muslim] masing-masing dari Al-Bara' bin Azib Radhiyallahu 'anhu, bahwa ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki memakai cincin emas ditangannya, maka beliau memintanya supaya mencopot cincinnya, kemudian melemparkannya ke tanah. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Buchori dan Imam Muslim.

Ternyata diabad ke 20, para ahli fisika telah menyelidiki hal ini dan kemudian menyimpulkan bahwa atom pada emas mampu "menembus" ke dalam kulit dan masuk ke dalam darah manusia, dan jika pria mengenakan emas dalam jumlah tertentu dan dalam jangka waktu yang lama, maka dampak yang ditimbulkan yaitu di dalam darah dan urine akan mengandung atom emas dalam kadar yang melebihi batas (dikenal dengan sebutan migrasi emas).

Dan apabila ini terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka akan mengakibatkan penyakit Alzheimer.

Sebab jika tidak di buang maka dalam jangka waktu yang lama atom emas dalam darah ini akan sampai ke otak dan memicu penyakit Alzheimer.

Alzheimer adalah suatu penyakit dimana orang tersebut kehilangan semua kemampuan mental dan fisik serta menyebabkan kembali seperti anak kecil.

Selain itu, Alzheimer bukan penuaan normal, tetapi merupakan penuaan paksaan atau terpaksa. Biasanya jika seseorang yang terkena penyakit Alzheimer adalah Charles Bronson, Ralph Ealdo Emerson dan Sugar Ray Robinson.

Dan mengapa Islam membolehkan wanita untuk mengenakan emas ? 

"Wanita tidak menderita masalah ini karena setiap bulan, partikel berbahaya tersebut ke luar dari tubuh wanita melalui menstruasi."

Itulah sebabnya Islam mengharamkan pria memakai emas dan membolehkan wanita memakai perhiasan emas.

Itulah alasan agama Islam melarang pria memakai emas, ternyata hal ini telah diketahui Rasulullah Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam 1400 tahun silam. Padahal beliau tidak pernah belajar ilmu fisika dan tidak paham tentang fisika. 

Semoga lewat tulisan ini kita khususnya sebagai seorang Muslim dapat mengambil hikmah dari larangan ini dan diteguhkan Iman kita agar tetap taat menjalankan Perintah dan menjauhi larangan dari Allah swt. yang telah disampaikan melalui Al-Qur'an Dan Al-hadist.

CATATAN :
Untuk wanita yang sudah Manopause sebaiknya kalau tidur malam perhiasan emas jangan dipakai.


| Berbagai Sumber

Sabtu, 29 Oktober 2016

Mengenal Kiai Saleh, Guru KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan

Talkshow, Mengenal Muhammadiyah dan NU | Foto : rol.co.id
Tokoh ulama asal Jawa Tengah ini sangat terkenal khususnya di bidang pendidikan agama pada awal tahun 1900-an. Para ulama kondang semisal KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan, adalah beberapa di antara para muridnya.

KH Saleh Darat Semarang dilahirkan di desa Kedung Cemlung, Jepara, Jawa Tengah pada tahun 1820. Ayahnya adalah seorang ulama terkemuka, yakni KH Umar yang tercatat pernah bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro saat melawan kompeni Belanda. Dengan bimbingan sang ayah, Saleh kecil belajar berbagai ilmu agama, termasuk membaca Alquran. 

Pendidikan agama tak sebatas didapat dari ayahnya. Beberapa ulama yang bermukim di sekitar desa itu, pernah pula menjadi gurunya. Salah satunya adalah KH Syahid, seorang ulama dari Waturojo, Pati. Beberapa lama kemudian setelah selesai menimba ilmu di Pati, ayahnya membawa Saleh ke Semarang untuk belajar pada sejumlah kiai, yakni KH Muhammad Saleh Asnawi Kudus, KH Ishaq Damaran, KH Abu Abdillah Muhammad Hadi Banguni, KH Ahmad Bafaqih Balawi, dan KH Abdul Gani Bima. 

Usai merampungkan pendidikan di Semarang, berangkatlah dia ke Singapura bersama ayahnya pula. Dari sana, mereka lantas melanjutkan perjalanan ke Tanah Suci Makkah guna menunaikan ibadah haji. Tak lama setelah tiba di Makkah, KH Umar meninggal dunia. Seorang diri, Saleh kemudian memutuskan untuk tinggal sementara waktu di Makkah dan menuntut ilmu kepada beberapa orang ulama. 

Disebutkan dalam buku Ensiklopedi Islam, bahwa guru agamanya ketika di Makkah antara lain Syekh Muhammad al-Murqi, Syekh Muhammad Sulaeman Hasbullah, Syekh Sayid Muhammad Zein Dahlan, Syekh Zahid, Syekh Umar as-Syani, Syekh Yusuf al-Misri serta Syekh Jamal Mufti Hanafi. Tak hanya itu, teman-teman belajarnya juga merupakan ulama kondang seperti KH Muhamad Nawawi Banten (Syekh Nawawi al-Jawi) dan KH Cholil Bangkalan. 

Saleh termasuk murid cerdas. Tak lama dia pun mampu menyelesaikan pendidikannya. Terkesan dengan kepandaian pemuda ini, guru-gurunya sepakat memberi dia kesempatan mengajar di Makkah. Nah salah satu muridnya saat mengajar adalah KH Hasyim Asyari, pendiri NU. 

Komitmennya untuk memajukan pendidikan agama sangat kuat. Pun ketika beberapa tahun kemudian dia kembali ke tanah air, langsung mendirikan sebuah pondok pesantren di daerah Darat, yang letaknya berada di pesisir pantai kota Semarang. Dari situlah selanjutnya ulama ini akrab dengan panggilan KH Saleh Darat Semarang. 

Pondok pesantren tersebut dengan cepat menjadi terkenal. Banyak muridnya datang dari luar daerah. Sejumlah murid KH Saleh Darat pun lantas menjadi ulama terkemuka pula, seperti misalnya KH Mahfuzd (pendiri Ponpes Termas, Pacitan), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Idris (pendiri Ponpes Jamsaren, Solo), KH Sya'ban (ulama ahli falaq dari Semarang), Penghulu Tafsir Anom dari Keraton Surakarta dan KH Dalhar (pendiri Ponpes Watucongol, Muntilan). 

Dunia pendidikan agama memang sudah mendarah daging bagi KH Saleh Darat. Selain memberikan pengajaran langsung, kiprahnya juga mencuat dalam berbagai karya tulisnya. Beberapa yang terkenal adalah karya berjudul Majmu'ah asy-Syariah al-Kafiyah li al-Awwam (Buku Kumpulan Syariat yang Pantas bagi Orang Awam), Kitab Munjiyat (Buku tentang Penyelamat) yang merupakan saduran dari buku Ihya Ulum ad-Din, Kitab al-Hikam (Buku tentang Hikmah), Kitab Lata'if at-Taharah (Buku tentang Rahasia Bersuci), Kitab Manasik al-Hajj(Buku tentang Manasik Haji) dan lain-lain. 

Buku-buku tersebut banyak digunakan sebagai buku pegangan di sejumlah pesantren serta majelis taqlim di wilayah Jawa Tengah. Bahkan hingga kini, beberapa bukunya masih terus diterbitkan. Sebagian besar karya tersebut ditulis menggunakan bahasa Jawa dengan huruf Arab (pegon) dan hanya beberapa saja yang ditulis dengan bahasa Arab. Ini dilakukan agar karyanya tersebut dapat dipahami oleh masyarakat luas. KH Saleh Darat merupakan ulama pertama di Jawa Tengah yang mempelopori penulisan buku agama serta Alquran dalam bahasa Jawa. 

Semasa hidupnya, KH Saleh Darat juga terkenal sebagai pemikir di bidang ilmu kalam. Dari penuturan cendekiawan Muslim Prof DR Nurcholis Madjid, tokoh agama ini sangat kuat mendukung paham teologi Asy'ariyah dan Maturidiah. Pembelaan terhadap paham ini tertuang jelas dalam buku Tarjamah Sabil al-Abid ala Jauharah at-Tauhid. 

Dalam buku tersebut dia mengemukakan penafsirannya terhadap sabda Nabi Muhammad SAW bahwa akan terjadi perpecahan umat Islam menjadi 73 golongan dan hanya satu golongan akan selamat. Dan yang dimaksud Rasulullah dengan golongan yang selamat adalah mereka yang berkelakuan seperti yang dilakukan Rasulullah. Yaitu melaksanakan akaid, pokok-pokok kepercayaan Ahlusunnah Waljamaah, Asy'ariyah, dan Maturidiah.

Selasa, 14 Juni 2016

Waktu Imsak Habis, Tapi Belum Sempat Mandi Junub, Apakah Boleh Berpuasa?

Berhubungan suami istri saat malam pada bulan Romadhan diperbolehkan secara syar'i. Akan tetapi tidak dibenarkan melakukannya pada siang hari.
Ilustrasi | Foto Pencarian Google
Hukuman bagi yang melanggar pun cukup berat yaitu berpuasa selama 2 bulan berturut-turut. Namun terkadang, selesai berhubungan suami-istri pada malam hari, tertidur hingga terdengar suara adzan. Pertanyaannya, apakah masih boleh melanjutkan puasa ketika kondisinya masih junub padahal sudah adzan Shubuh. 

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, 

قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ.

Artinya :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.” (HR. Muslim no. 1109) 

Hadits di atas diperkuat lagi dengan ayat,


فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

Artinya :
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” (QS. Al Baqarah: 187).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan mubasyaroh (basyiruhunna) dalam ayat di atas adalah jima’ atau hubungan intim. Dalam lanjutan ayat disebutkan “ikutilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kalian”.

Jika jima’ itu dibolehkan hingga terbit fajar (waktu Shubuh), maka tentu diduga ketika masuk Shubuh masih dalam keadaan junub. Puasa ketika itu pun sah karena Allah perintahkan “sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam.” Itulah dalil Al Quran dan juga didukung dengan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bolehnya masuk Shubuh dalam keadaan junub.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 195). (Ambiguistis/Rumaysho)

Selasa, 22 Maret 2016

Bersegeralah Menikah, Karena Menikah adalah...

Hubungan antara laki-laki dan perempuan akan terlihat serius bila di lanjutkan dengan Pernikahan. Sebab pernikahan adalah wujud kasih sayang yang sesungguhnya. Tidak ada nuansa main-main namun hanya kesungguhan mengikat jalinan suci, sekaligus sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Ilustrasi | Foto S. A. Nasri
Banyak cara manusia memandang pernikahan. Dalam kondisi tertentu, pernikahan dapat menjadi solusi misalnya untuk menghindari berbagai kemaksiatan yang mungkin akan terjadi dalam pacaran atau dikarenakan seseorang tidak mempunyai pasangan. Namun, dalam kondisi yang lain, pernikahan terkadang hanya dipandang sebagai pelampiasan semata. 

Akan tetapi sejatinya pernikahan dipahami sebagai ibadah, sehingga bisa dikatakan 90 persen bahwa tujuan menikah itu adalah membangun sayap kehidupan melalui cinta dan kasih sayang. Sedangkan 10 persen adalah tujuan dari masalah nafsu,

Seperti halnya ibadah yang lain, menikah harus disertai dengan niat dan cara yang benar. Pernikahan harus dilandasi dengan kesiapan fisik dan mental. 

Jika dipandang dalam konteks saat ini, kesiapan fisik berarti pasangan telah baligh dan mampu secara fisik melakukan kewajiban-kewajiban dalam pernikahan. Sementara, kesiapan mental, mencakup porsi yang lebih luas seperti memiliki pengetahuan tentang pernikahan dan bagaimana membina rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah. 

Seseorang yang sudah siap menikah hendaknya memahami bahwa pernikahan tak melulu berkaitan dengan faktor nonmateri, namun juga materi. Oleh karena itu, seorang yang siap menikah harus siap pula menanggung kewajiban untuk menafkahi pasangannya. Artinya bukan berarti harus punya modal banyak, tapi siap secara mental untuk bekerja menafkahi keluarganya. Jadi dengan demikian seseorang yang hendak menikah adalah mereka yang memiliki perencanaan dalam membina kehidupan didalam rumah tangga.

Selain itu, bila ditinjau dari sisi ilmu agama, pernikahan sangat penting dalam membentuk kesiapan mental untuk menghadapi pernikahan. Sebab, semua hal terkait dengan pernikahan telah diatur di dalamnya. Sebagaimana kita ketuhui bersama, pernikahan yang serius dan dengan disertai niat karena Allah SWT, maka bisa dikatakan bahwa seseorang itu telah beribadah karena nikah itu adalah Ibadah.

Selanjutnya, calon pasangan juga harus memahami ilmu terapan yang mendukung terlaksananya hak dan kewajiban dalam pernikahan. Misalnya, seorang suami harus memahami cara bekerja yang baik untuk memenuhi kebutuhan materi keluarga. 

Apabila telah timbul keinginan menikah dalam seorang pemuda Muslim, ia hendaknya bersegera menikah. Namun, ia harus menyiapkan pengetahuan, sehingga mentalnya siap untuk menikah. Dengan kesiapan ini, pernikahan akan terwujud menjadi ibadah.



| Republika.co.id 
| Sumber-sumber lain

Selasa, 02 Februari 2016

Wajib Baca.. !! Inilah Hukum Menolak Lamaran atau Ortu Yang Memaksa Menjodohkan Anaknya

Menerima atau menolak pinangan dari seseorang sama-sama hak seorang wanita. Bahkan pinangan Sa’ad bin Abi Waqqash RA. kepada janda mendiang Mutsanna bin Haritsah tidak langsung diterima. Kecuali setelah melalui berbagai proses panjang yang tidak mudah.

Alat Peneu woe dalam adat Aceh
Ketika seorang wanita merasa tidak sreg dengan keadaan laki-laki yang meminangnya, tidak ada yang salah. Baik alasan itu bersifat syar’i, maupun bersifat pribadi. Sebab ketika seorang wanita memutuskan untuk menerima pinangan itu, resikonya jelas. Yaitu untuk selanjutnya, dirinya hidup di bawah suaminya. Dia harus hidup bersamanya, taat, tunduk dan patuh kepada suaminya. Bahkan surganya ditentukan oleh bagaimana sikapnya kepada suaminya.

Kalau seorang wanita merasa tidak nyaman dengan seorang calon suami, tentu di masa berikutnya akan menjadi problem berat. Dan ini adalah soal selera, di mana Islam justru sangat memperhatikan kebebasan seorang wanita untuk memiliki selera dengan tipe laki-laki yang akan menjadi pendamping hidupnya.

Di dalam syariah Islam, seorang ayah dilarang untuk untuk memaksakan jodoh untuk anak wanitanya. Apalagi sekedar seorang calon suami, di mana lamarannya itu sangat tergantung dari penerimaan pihak calon istri. Maka calon istri punya hak dan wewenang sepenuhnya untuk menerima sebuah lamaran atau menolaknya. Baik dengan alasan yang masuk akal bagi pelamar maupun tidak. Sebab bisa saja faktor penolakannya itu merupakan hal yang tidak ingin disebutkan secara terbuka.

Adapun hadits yang menyebutkan akan terjadi fitnah bila seorang wanita menolak lamaran laki-laki yang shalih, tentu harus dipahami dengan lengkap dan jernih. Hadits itu bukan dalam posisi untuk menetapkan bahwa sebuah lamaran dari laki-laki yang shalih itu haram ditolak. Tidak demikian kandungan hukumnya.

Sebab kalau demikian, bagaimana dengan lamaran seorang laki-laki shalih kepada seorang puteri raja atau pembesar, di mana kedua tidak sekufu atau memang tidak saling cocok satu dengan yang lain? Apakah puteri raja itu berdosa bila menolak lamaran dari seorang yang tidak disukainya?

Bahkan di dalam syariah Islam, seorang wanita yang sudah menikah namun merasa tidak cocok dengan suaminya, masih punya hak untuk bercerai dari suaminya. Apa lagi baru sekedar lamaran dari laki-laki yang sudah punya istri pula.

Dari Ibnu Abbas RA.: Sesungguhnya istri Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah SAW, ia berkata: Wahai Rasulullah, Aku tidak mencelanya dalam hal akhlaknya maupun agamanya, akan tetapi aku benci kekufuran dalam Islam. Maka Rasulullah SAW berkata padanya, Apakah kamu mengembalikan pada suamimu kebunnya? Wanita itu menjawab, Ya. Maka Rasulullah SAW berkata kepada Tsabit, Terimalah kebun tersebut dan ceraikanlah ia 1 kali talak.

Agar tidak menjadi fitnah, tentu ada cara penolakan yang halus dan lembut, tanpa menyinggung perasaan, namun si pelamar itu bisa menerima intisarinya, yaitu penolakan. Sehingga fitnah yang dikawatirkan itu tidak perlu terjadi.

Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلَا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا 

قَالَ أَنْ تَسْكُتَ
"Tidak boleh menikahkan seorang janda sebelum dimusyawarahkan dengannya dan tidak boleh menikahkan anak gadis (perawan) sebelum meminta izin darinya." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana mengetahui izinnya?" Beliau menjawab, "Dengan ia diam." (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 1419)

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ يَسْتَأْذِنُهَا أَبُوهَا فِي نَفْسِهَا وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا

"Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan perawan maka ayahnya harus meminta persetujuan dari dirinya. Dan persetujuannya adalah diamnya." (HR. Muslim no. 1421)

Dari Khansa’ binti Khidzam Al-Anshariyah radhiallahu anha:

أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ ثَيِّبٌ فَكَرِهَتْ ذَلِكَ فَأَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَدَّ نِكَاحَهَا

"Bahwa ayahnya pernah menikahkan dia -ketika itu dia janda- dengan laki-laki yang tidak disukainya. Maka dia datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (untuk mengadu) maka Nabi shallallahu alaihi wasallam membatalkan pernikahannya." (HR. Al-Bukhari no. 5138)

Al-Bukhari memberikan judul bab terhadap hadits ini, "Bab: Jika seorang lelaki menikahkan putrinya sementara dia tidak senang, maka nikahnya tertolak (tidak sah)."

Penjelasan ringkas:

Di antara kemuliaan yang Allah Ta’ala berikan kepada kaum wanita setelah datang Islam adalah bahwa mereka mempunyai hak penuh dalam menerima atau menolak suatu lamaran atau pernikahan, yang mana hak ini dulunya tidak dimiliki oleh kaum wanita di zaman jahiliah. Karenanya tidak boleh bagi wali wanita manapun untuk memaksa wanita yang dia walikan untuk menikahi lelaki yang wanita itu tidak senangi.

Karena menikahkan dia dengan lelaki yang tidak dia senangi berarti menimpakan kepadanya kemudharatan baik mudharat duniawiah maupun mudharat diniah (keagamaan). Dan sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam telah membatalkan pernikahan yang dipaksakan dan pembatalan ini menunjukkan tidak sahnya, karena di antara syarat sahnya pernikahan adalah adanya keridhaan dari kedua calon mempelai.

Akan tetapi larangan memaksa ini bukan berarti si wali tidak punya andil sama sekali dalam pemilihan calon suami wanita yang dia walikan. Karena bagaimanapun juga si wali biasanya lebih pengalaman dan lebih dewasa daripada wanita tersebut. Karenanya si wali disyariatkan untuk menyarankan saran-saran yang baik lalu meminta pendapat dan izin dari wanita yang bersangkutan sebelum menikahkannya. Tanda izin dari wanita yang sudah janda adalah dengan dia mengucapkannya, sementara tanda izin dari wanita yang masih perawan cukup dengan diamnya dia, karena biasanya perawan malu untuk mengungkapkan keinginannya.

Senin, 01 Februari 2016

Hikmah Wudhu Sebelum Tidur

Wudhu
Aktivitas wudhu, sebetulnya tidak terbatas hanya ketika akan shalat. Setiap saat memiliki wudhu adalah sebuah keutamaan. Sebab dengan selalu menjaga wudhu, seseorang akan lebih terjaga perilaku serta kesehatan fisik dan jiwanya. Salah satunya menjelang tidur.

Dari Al Bara' bin 'Azid, Rasulullah SAW bersabda, Kapan pun engkau hendak tidur berwudhulah terlebih dahulu sebagaimana engkau hendak mengerjakan shalat, berbaringlah dengan menghadap ke arah kanan dan berdoalah (HR Bukhari). Hikmahnya, mengawali tidur dengan wudhu dan berzikir akan membuat tidur kita bernilai ibadah dan dicatat sebagai aktivitas zikir.

Seorang ahli kesehatan mengungkapkan, bila sebelum tidur kita berwudhu dan meminum sepertiga gelas air putih, maka akan terjadi proses grounding dan netralisasi muatan negatif dalam tubuh. Hasilnya kita akan tidur tenang dalam pelukan cinta dan rahmat Allah. Bila kita berzikir dan memuji Allah sebelum tidur, maka memori kita yang terdalam akan merekam dengan baik ikrar cinta kita kepada Allah SWT.

Wudhu menjelang tidur, akan mendekatkan seseorang kepada surga. Rasul pernah memvonis seseorang sebagai ahli surga. Para sahabat penasaran. Apa gerangan yang membuat orang tersebut dimuliakan sedemikian rupa. Setelah diselidiki, ternyata sebelum tidur ia selalu berwudhu.

Ia bersihkan anggota badannya dari najis. Dan sebelum mata terpejam, ia bersihkan hatinya dari iri, dengki, dendam, serta kebencian. Ia lupakan pula keburukan orang lain kepadanya, sehingga hatinya benar-benar lapang.

Demikianlah, bagi seorang Mukmin, wudhu adalah pembersih di dunia dan perhiasan indah pada Hari Kiamat (HR Muslim). Wallaahu a'lam.