Ilustrasi |
Ada yang menarik dari surat Ar-Rohman, yaitu adanya pengulangan satu ayat yang berbunyi: “Fabiayyi ‘aala ‘irobbi-kuma tukadzdziban” (maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?). Kalimat ini diulang berkali-kali. Ada apa gerangan dengan makna kalimat tersebut?
Setelah Allah menguraikan beberapa nikmat yang dianugerahkan kepada kita, Allah bertanya: “Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu dustakan?”
Menarik untuk diperhatikan bahwa Allah menggunakan kata “DUSTA”, bukan kata “INGKAR”. Hal ini menunjukkan bahwa nikmat yang Dia berikan kepada manusia itu tidak bisa diingkari keberadaannya. Yang bisa dilakukan manusia adalah mendustakannya.
Bukankah kalau kita mendapat uang banyak, kita katakan bahwa itu karena kerja keras kita?
Kalau kita berhasil meraih gelar sarjana itu karena otak kita yang cerdas?
Kalau kita sehat, jarang sakit, itu karna kita pandai menjaga makan dan rajin berolahraga, dan sebagainya.
Semua nikmat yang kita peroleh seakan-akan hanya karena usaha kita. Tanpa sadar kita lupakan peranan Allah, kita sepelekan kehadiran Allah pada semua keberhasilan kita dan kita dustakan bahwa sesungguhnya nikmat itu semuanya datang dari Allah.
Maka nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan?
Kita telah bergelimang kenikmatan.
Harta, jabatan, pasangan hidup, anak-anak, telah kita miliki. Semua nikmat itu akan ditanya dihari kiamat kelak. “Sungguh kamu akan ditanya pada hari itu akan nikmat yang engkau peroleh saat ini”. (QS. At-Takaatsur 102 : 8)
Sudah siapkah kita menjawab dan mempertanggungjawabkannya? Allah SWT berfirman,“Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya”. (QS. An-Nahl 16 : 18)
Tidak patutkah kita bersyukur kepada-NYA? Maka ucapkanlah alhamdulillah, stop mengeluh dan jalani hidup dengan ikhlas sebagai bagian dari rasa syukur kita kepada Allah SWT.